BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam agama Islam sejak zaman sahabat nabi sampai sekarang terdapat banyak sekali aliran-aliran. Di mana aliran-aliran tersebut sering kali menimbulkan Pro dan Kontra di antara mereka. Dewasa ini sering kita dengar aliran- aliran baru yang muncul, sampai-sampai ada yang mengatakan aliran ini sesat dan lain sebagainya.
Di zaman para sahabat sendiri terdapat banyak aliran-aliran. Di zaman sahabat Ali bin Abi Tholib misalnya, ada beberapa aliran di antaranya Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Al-Murji’ah. Di samping itu masih ada aliran lain di antaranya, Jabariyah, Qodariyah, Asy’ariyah, Maturidiyah, Rafidhah, dll.
Menghadapi aliran-aliran itu, kita seharusnya mengerti tentang aliran-aliran tersebut agar kita tidak salah dalam mengartikan suatu aliran. Maka dari itu kami akan mencoba untuk menjabarkan salah satu aliran pada masa Ali bin Abi Thalib yaitu aliran Khawarij. Di mana aliran Khawarij adalah aliran yang asalnya dari pengikut Ali kemudian keluar dari golongan Ali karena tidak suka dengan keputusan Ali. Dalam makalah ini akan di bahas asal-usul, perkembangan, serta eksistensi aliran Khawarij pada masa itu.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah dalam memahami aliran Khawarij ini, adalam makalah ini, kami akan membahas tentang:
1. Bagaimana sejarah kemunculan aliran Khawarij?
2. Bagaimana perkembangan aliran Khawarij?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Munculnya Aliran Khawarij
Secara etimologis kata khawarij berasal dari kata Kharajaa yang berarti keluar. Sedangkan khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu kelompok pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan keputusan Ali bin Abi Thalib yang menerima arbitasi (tahkim) dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan dalam perang Siffin pada tahun 37 H./648 M. yang berlangsung selama 14 bulan.
Di lihat dari istilah diatas bahwa munculnya aliran khawarij bermula pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib dalam perang Siffin. Pada mulanya kelompok khawarij adalah merupakan pasukan Ali, mereka menganggap Ali berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah yang sah yang di baiat oleh mayoritas umat Islam. Sementara Mu’awiyah berada dipihak yang salah karena menentang khalifah yang sah.
Setelah peristiwa tahkim berlangsung, artinya Ali menerima perdamaian dengan pihak Mu’awiyah walaupun dengan terpaksa, memang pada awalnya Ali tidak setuju atas peristiwa tersebut karena Ali tahu bahwa itu politik Mu’awiyah. Namun karena adanya desakan dari para sahabat termasuk didalamnya Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi dan sahabat-sahabat lainnya. Kemudian delegasi dari pihak Ali diutusnya Ibnu Abbas, kaum khawarij memprotesnya karena Ibnu Abbas adalah anak paman beliau, kemudian dipilihnya Malik, kemudian mereka juga menolaknya, akhirnya terpilihlah Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Mu’awiyah delegasinya langsung penasehat beliau yaitu Amr bin Ash, sehingga terjadilah tahkim, namun akhirnya tahkim berakhir dengan merugikan pihak Ali karena dari pihak Mu’awiyah berbuat curang sehingga banyak dari pengikut Ali yang keluar dari barisan, kaum inilah yang akhirnya di sebut khawarij, ada juga yang menyebutnya dengan hururiah.
B. Perkembangan Khawarij
Setelah golongan khawarij keluar dari barisan Ali, mereka tidak hanya sebatas keluar lalu diam, akan tetapi mereka menentang Ali dan memusuhinya bahkan menganggap Ali sudah kafir karena menerima arbitrase dan juga menentang Mu’awiyah sebagai kaum pemberontak dan kaum penghianat dalam peristiwa arbitrase. Langkah pertama yang mereka ambil setelah mereka keluar dari barisan Ali yaitu mengadakan musyawarah untuk memilih seorang pemimpin, yang akhirnya terpilihlah Abullah bin Wahb Al-Rasyidi. Dalam kepemimpinananya Abdullah juga menyusun doktrin-doktrin pokok sebagai prinsip kaum khawarij, doktrin-doktrin tersebut yaitu:
a. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab.
c. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam.
d. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Ustman) adalah sah, kecuali Ustman, setelah tahun ketujuh dianggap telah menyeleweng.
e. Ali dianggap telah menyeleweng setelah terjadi peristiwa arbitrase.
f. Mu’awiyah, Amr bin Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari, dianggap telah menyeleweng bahkan kafir.
g. Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir.
h. Seseorang yang berdosa besar dianggap kafir sehingga harus dibunuh, begitu pula orang yang tidak mau membunuh orang muslim yang melakukan dosa besar.
i. Setiap orang muslim harus berhijrah dan begabung dengan golongan mereka, bila tidak mau harus di perangi.
j. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
k. Adanya wa’ad dan wa’id.
l. Amr ma’ruf nahi munkar.
m. Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dianggap mutshabihat (samar).
n. Al-Qur’an adalah makhluk.
o. Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari Tuhan.
Apabila doktrin-doktrin ini dianalisis dengan mendalam maka akan kita ketahui bahwa doktrin tersebut berisikan tiga hal penting, yakni: masalah politik, teologi, dan sosial. Sehingga dari hal inilah menimbulkan permasalahan dalam ilmu kalam tentang kufur atau kafir (siapa orang mukmin dan siapa orang yang murtad).
Setelah Abdullah bin Wahab wafat, timbullah bermacam sekte (golongan) dalam khawarij itu sendiri. Mereka tidak puas dengan doktrin-doktrin yang ada sehingga mereka membuat aturan yang baru. Para pengamat berbeda pendapat tentang jumlah sekte yang terbentuk akibat perpecahan atau ketidak sepahaman yang terjadi dalam tubuh khawarij pada masa itu. Al-Baghdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun Al-Asyfarayani mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 20 subsekte. Namun menurut kebanyakan tokoh (pengamat) bahwa aliran yang besar dari khawarij terdiri dari enam sekte, yaitu:
1. MUHAKKIMAH
Anggota golongan muhakkimah terdiri dari pengikut Ali, mereka adalah khawarij asli dan belum tercampuri. Orang-orang yang memiliki pendapat utama bagi khawarij.
Prinsip pendapat muhakkimah adalah soal arbitrase (tahkim). Ali, Mu’awiyah, Amr ibn Ash, Abu Musa Al-Asy’ari dan semua orang yang mengikuti menyetujui adanya arbitrase tersebut dianggap dosa dan akhirnya menjadi kafir. Selain itu orang yang melakukan dosa besar seperti zina juga dianggap kafir.
2. AZARIQAH
Azariqah adalah generasi khawarij yang terbesar setelah muhakkimah mengalami kehancuran. Nama ini diambil dari nama pemimpinnya yaitu Nafi ibn Al-Zaraq.
Pemikiran dan sikap Azariqah bersifat radikal. Kecenderungan persoalan yang dilontarkan adalah masalah musyrik. Ada beberapa kriteria yang mereka sepakati tentang seseorang yang di masukkan dalam kategori musyrik.
a. Semua orang Islam yang tidak sepaham dengan azariqah.
b. Orang yang sepaham tetapi tidak mau hijrah di kalangan mereka.
Berarti menurut paham ini daerahnya saja yang merupakan wilayah Islam dan daerah yang lain adalah kafir yang wajib diperangi. Dan orang musyrik menurutnya bukan orang dewasa saja tetapi juga anak-anak.
3. NAJDAT
Setelah pahan azariqah berkembang tetapi karena pendapatnya yang ekstrim, maka timbul golongan lain yaitu najdat, yang diambil dari nama pemimpinnya Najdah ibn Amir Al-Hanafi. Golongan ini tidak setuju atas paham azariqah yang menyatakan bahwa orang azariqah yang tidak mau hijrah masuk dalam lingkungannya adalah musyrik. Berawal dari beda pendapat inilah golongan najdat berkembang.
Paham najdat berpendapat bahwa adalah orang yang melakukan dosa besar dan tidak masuk dalam golongannya adalah kafir dan akan kekal di neraka tetapi apabila hal ini terjadi pada golongannya maka ia mendapat siksaan, namun akan masuk surga. Tindakan yang resikonya berdosa kecil akan menjadi dosa besar apabila berlangsung terus menerus yang akhirnya menjadi musyrik.
4. AJJARIDAH
Pendiri ajaran ajjaridah adalah Abdul Al-Karim ibn Ajrad. Menurut Syahrastani ia adalah teman dari Afjah Al-Hanafi. Sifat ajaran ajjaridah lebih lunak dari pada ajaran Nafi ibn Al-Azraq dan Najdah. Bagi golongannya berhijrah bukanlah kewajiban tetapi kebanyakan kaum ajjaridah tidak wajib hidup di lingkungannya. Dia bisa hidup di luar kekuasaan ajjaridah. Dan tidak dianggap kafir, tidak ada dosa turunan bagi anak apabila orang tuanya kafir. Bagi ajjaridah surat Yusuf bukanlah bagian dari Al-Qur’an, karena surat Yusuf membawa cinta, sedangkan menurut ajaran ajjaridah tidak mungkin mengandung cerita cinta.
5. SUFRIYAH
Golongan ini di pimpin oleh Ziad bin Al-Asfar. Golongan ini mirip dengan azariqah yang terkenal ekstrim ajarannya, tetapi tidak seekstrim azariqah.
Pendapat paham sufriyah antara lain.
a. Tidak setuju kalau anak-anak kaum musyrik boleh di bunuh.
b. Kaum sufriyah yang tidak hijrah tidak tergolong kafir.
c. Daerah Islam yang di luar golongan sufriyah bukan daerah yang harus diperangi, namun yang boleh diperangi adalah kaum pemerintah. Anak-anak dan perempuan tidak boleh dijadikan tawanan.
d. Mereka tidak sependapat kalau orang yang berdosa besar dianggap musyrik.
e. Sufriyah membagi kufur menjadi dua, yaitu:
Kufur dengan rahmat Tuhan.
Kufur dengan Tuhan.
6. IBADHIYAH
Golongan ini di pimpin oleh Abdullah ibn Ibad dan termasuk aliran paling moderat dibandingkan dengan golongan khawarij lainnya. Golongan ini muncul setelah memisahkan diri dari azariqah.
Adapun ajaran-ajaran ibadiyah antara lain:
a. Bagi orang Islam yang tidak sepaham dengannya bukan mukmin dan bukan pula musyrik tetapi kafir. Membunuh mereka hukumnya haram dan syahadatnya dapat di terima.
b. Daerah tauhid yaitu daerah yang meng-Esakan Tuhan tidak boleh diperangi walaupun daerah tersebut di tempati orang yang tidak sepaham dengan ibadiyah.
c. Bagi orang Islam melakukan tindakan dosa besar, masih meng-Esakan Tuhan maka bukan mukmin. Bila kafir hanya kafir ni’mah, bukan kafir millah (agama). Maka tidak keluar dari agama Islam.
d. Harta rampasan perang hanya kuda dan senjata. Selain hal tersebut harus dikembalikan kepada yang berhak.
Paham ibadiyah diatas menunjukkan kemoderatannya dibanding golongan khawarij lainnya.
BAB III
SIMPULAN
Munculnya aliran khawarij bermula pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib dalam perang Siffin. Pada mulanya kelompok khawarij adalah merupakan pasukan Ali, mereka menganggap Ali berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah yang sah yang di baiat oleh mayoritas umat Islam. Sementara Mu’awiyah berada dipihak yang salah karena menentang khalifah yang sah. Namun akhirnya tahkim berakhir dengan merugikan pihak Ali karena dari pihak Mu’awiyah berbuat curang sehingga banyak dari pengikut Ali yang keluar dari barisan, kaum inilah yang akhirnya di sebut khawarij, ada juga yang menyebutnya dengan hururiah.
Langkah pertama yang mereka ambil setelah mereka keluar dari barisan Ali yaitu mengadakan musyawarah untuk memilih seorang pemimpin, yang akhirnya terpilihlah Abullah bin Wahb Al-Rasyidi. Dalam kepemimpinananya Abdullah juga menyusun doktrin-doktrin pokok sebagai prinsip kaum khawarij. Doktrin tersebut berisikan tiga hal penting, yakni: masalah politik, teologi, dan sosial.
Menurut kebanyakan tokoh (pengamat) bahwa aliran yang besar dari khawarij terdiri dari enam sekte, yaitu:
1. MUHAKKIMAH
2. AZARIQAH
3. NAJDAT
4. AJJARIDAH
5. SUFRIYAH
6. IBADHIYAH
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad. Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Arsyad, Natsir. Seputar Sejarah Dan Muamalah, Al-Bayan, Bandung, 1993.
Ja’farian, Rasul. Sejarah Islam, Lentera Basritama, Jakarta, 2003.
Muthahhari, Murtadha. Islam Dan Tantangan Zaman, Pustaka Hidayah, Bandung, 1996.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. Ilmu Kalam, Pustakaa Setia, Bandung, 2007.
04 Mei 2009
Prilaku Manusia
PEMBAHASAN
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial.
KONSEPSI MANUSIA DALAM PSIKOANALISIS
Sigmund Freud, pendiri psikoanaliss adalah orang yang pertama berusaha merumuskan psiologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia.
Menurut Freud perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsitem dalam kepribadian manusia:
1. Id
Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat manusia hewani.
2. Ego
Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego dapat menundukan manusia terhadap hasrat hewaninya.
3. Superego
Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.
Dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA
• Genetika (keturunan).
• Sikap (suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu).
• Norma sosial (pengaruh tekanan sosial).
• Kontrol perilaku pribadi (kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku).
FAKTOR-FAKTOR PERSONAL YANG MEMPENGARUHI MANUSIA
Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang Pertama adalah Psikologi sosial (dengan huruf P besar) dan yang Kedua psikologi Sosial (dengan huruf S besar).
Kedua pendekatan ini menekankan faktor-faktor psikologis dan faktor-faktor sosial. Atau dengan istilah lain faktor-faktor yang timbul dari dalam individu (faktor personal), dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar individu (faktor environmental).
McDougall menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dalam membentuk perilaku individu. Menurutnya, faktor-faktor personallah yang menentukan perilaku manusia.
Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektif yang berpusat pada persona (person-centered perspective) dengan perspektif yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective). Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang benar tampaknya interaksi di antara keduanya. dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar terdapat dua faktor.
1. Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral, berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975). Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia seperti tampak dalam dua hal berikut.
a. Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan perngaruh lingkungan atau situasi.
b. Diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya.
2. Faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen.
a. Komponen Afektif
Merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
b. Komponen Kognitif
Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
c. Komponen Konatif
Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
TIGA ASUMSI DASAR MENGENAI MANUSIA
Tiga asumsi yang berhubungan tentang prilaku manusia.
1. Prilaku itu mempunyai penyebab.
Pandangan tentang sebab-akibat (causality) yaitu suatu pendapat bahwa perilaku manusia itu ada sebabnya, sebagaimana perilaku benda-benda alam yang di sebabkan oleh kekuatan yang bergerak pada benda-benda alam tersebut. Sebab musabab merupakan hal yang mutlak bagi paham bahwa lingkungan dan keturunan mempengaruhi prilaku dan bahwa apa yang ada di luar mempengaruhi apa yang ada di dalam.
2. Prilaku itu mempunyai motivasi.
Konsep tentang motivasi (motivation), yang melatarbelakangi prilaku, yang di kenal juga sebagai sesuatu “desakan” atau “keinginan” atau “kebutuhan” atau “suatu golongan.”
3. Prilaku itu di motivasi oleh tujuan.
Pandangan tentang arah atau tujuan (directedness) yaitu bahwa prilaku manusia tidak hanya disebabkan oleh sesuatu, tetapi juga menuju kearah sesuatu, atau mengarah kepada suatu tujuan, atau bahwa manusia pada hakikatnya ingin menuju kepada sesuatu.
Ketiga pandangan tersebut merupakan sumbangan bagi pemahaman tentang prilaku manusia. Dengan bantuan pandangan-pandangan tersebut, manusai bisa di pandang sebagai bagian dari suatu permainan ganda dari motif ke arah prilaku dan ke arah tujuan. Juga bermanfaat untuk meneliti rantaian sebab musabab yang pada umumnya membentuk suatu lingkaran yang tertutup.
Ketiga asumsi tersebut di anggap saling berhubungan dalam suatu urutan yang melingkar: dari sebab ke motivasi dan kemudian ke arah tujuan. Tibanya seseorang kepada tujuan menghentikan sebab, sehingga menghilangkan motif, dengan demikian menghilangkan pula prilaku yang menuju kepada tujuan meskipun ada beberapa tujuan yang mungkin tidak terbatas.
KESIMPULAN
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.
Manusia tidak hanya mengembangkan daya pikir dan pola kebutuhan-kebutuhan, mereka juga mengembangkan pola tigkah laku dan nilai-nilai. Tingkah laku dan nilai-nilai mempunyai komponen yang kuat dan biasanya di dukung secara luas oleh pikiran yang seksama. Tapi ada juga faktor-faktor emosiolan yang kuat yang mendukung terbentuknya tingkah laku sehingga tidak mudah untuk mengubahnya semata-mata dengan perbantahan atau perdebatan.
Oleh karena itu dalam psikologi manajemen seorang pemimpin harus mampu mengetahui berbagai macam prilaku anggotanya sehingga mempermudah dalam proses pencapaian tujuan.
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial.
KONSEPSI MANUSIA DALAM PSIKOANALISIS
Sigmund Freud, pendiri psikoanaliss adalah orang yang pertama berusaha merumuskan psiologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia.
Menurut Freud perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsitem dalam kepribadian manusia:
1. Id
Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat manusia hewani.
2. Ego
Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego dapat menundukan manusia terhadap hasrat hewaninya.
3. Superego
Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.
Dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA
• Genetika (keturunan).
• Sikap (suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu).
• Norma sosial (pengaruh tekanan sosial).
• Kontrol perilaku pribadi (kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku).
FAKTOR-FAKTOR PERSONAL YANG MEMPENGARUHI MANUSIA
Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang Pertama adalah Psikologi sosial (dengan huruf P besar) dan yang Kedua psikologi Sosial (dengan huruf S besar).
Kedua pendekatan ini menekankan faktor-faktor psikologis dan faktor-faktor sosial. Atau dengan istilah lain faktor-faktor yang timbul dari dalam individu (faktor personal), dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar individu (faktor environmental).
McDougall menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dalam membentuk perilaku individu. Menurutnya, faktor-faktor personallah yang menentukan perilaku manusia.
Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektif yang berpusat pada persona (person-centered perspective) dengan perspektif yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective). Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang benar tampaknya interaksi di antara keduanya. dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar terdapat dua faktor.
1. Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral, berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975). Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia seperti tampak dalam dua hal berikut.
a. Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan perngaruh lingkungan atau situasi.
b. Diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya.
2. Faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen.
a. Komponen Afektif
Merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
b. Komponen Kognitif
Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
c. Komponen Konatif
Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
TIGA ASUMSI DASAR MENGENAI MANUSIA
Tiga asumsi yang berhubungan tentang prilaku manusia.
1. Prilaku itu mempunyai penyebab.
Pandangan tentang sebab-akibat (causality) yaitu suatu pendapat bahwa perilaku manusia itu ada sebabnya, sebagaimana perilaku benda-benda alam yang di sebabkan oleh kekuatan yang bergerak pada benda-benda alam tersebut. Sebab musabab merupakan hal yang mutlak bagi paham bahwa lingkungan dan keturunan mempengaruhi prilaku dan bahwa apa yang ada di luar mempengaruhi apa yang ada di dalam.
2. Prilaku itu mempunyai motivasi.
Konsep tentang motivasi (motivation), yang melatarbelakangi prilaku, yang di kenal juga sebagai sesuatu “desakan” atau “keinginan” atau “kebutuhan” atau “suatu golongan.”
3. Prilaku itu di motivasi oleh tujuan.
Pandangan tentang arah atau tujuan (directedness) yaitu bahwa prilaku manusia tidak hanya disebabkan oleh sesuatu, tetapi juga menuju kearah sesuatu, atau mengarah kepada suatu tujuan, atau bahwa manusia pada hakikatnya ingin menuju kepada sesuatu.
Ketiga pandangan tersebut merupakan sumbangan bagi pemahaman tentang prilaku manusia. Dengan bantuan pandangan-pandangan tersebut, manusai bisa di pandang sebagai bagian dari suatu permainan ganda dari motif ke arah prilaku dan ke arah tujuan. Juga bermanfaat untuk meneliti rantaian sebab musabab yang pada umumnya membentuk suatu lingkaran yang tertutup.
Ketiga asumsi tersebut di anggap saling berhubungan dalam suatu urutan yang melingkar: dari sebab ke motivasi dan kemudian ke arah tujuan. Tibanya seseorang kepada tujuan menghentikan sebab, sehingga menghilangkan motif, dengan demikian menghilangkan pula prilaku yang menuju kepada tujuan meskipun ada beberapa tujuan yang mungkin tidak terbatas.
KESIMPULAN
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.
Manusia tidak hanya mengembangkan daya pikir dan pola kebutuhan-kebutuhan, mereka juga mengembangkan pola tigkah laku dan nilai-nilai. Tingkah laku dan nilai-nilai mempunyai komponen yang kuat dan biasanya di dukung secara luas oleh pikiran yang seksama. Tapi ada juga faktor-faktor emosiolan yang kuat yang mendukung terbentuknya tingkah laku sehingga tidak mudah untuk mengubahnya semata-mata dengan perbantahan atau perdebatan.
Oleh karena itu dalam psikologi manajemen seorang pemimpin harus mampu mengetahui berbagai macam prilaku anggotanya sehingga mempermudah dalam proses pencapaian tujuan.
Ibnu Taimiyah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika belajar tentang tasawuf banyak sekali tokoh-tokoh sufisme yang kita jumpai. Tokoh-tokoh tersebut adalah orang yang tekun beribadah dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah, hanya menghadap Allah semata. Tujuannya adalah untuk mencapai kesempurnaan rohani. Yakni kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Kami akan mencoba untuk mengenal salah satu tokoh sufisme yaitu Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah merupakan salah satu tokoh ilmuan Islam, yang memberikan sumbangsih pikiran dalam berbagai bidang keilmuan Islam. Seperti dalam filsafat, ilmu kalam/teologi, dan tasawuf sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang:
1. Siapa Ibnu Taimiyah itu?
2. Bagaimana pemikiran Ibnu Taimiyah dalam tasawuf?
3. Apa corak pemikiran Ibnu Taimiyah?
4. Apa saja karya-karya Ibnu Taimiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat
Ibnu Taimiyah atau Taqiuddin Abu Al-Abbas Ahmad bin Halim bin Abdussalam bin Taimiyah Al-Harrani Al-Hambali, dilahirkan pada hari senin, 10 Rabi’ul Awwal 661 H/22 Januari 1263 M. di Harran. Ibnu Taimiyah mengikuti jejak ayahnya yang memeng seorang ulama’-belajar kepada ulama’ besar pada masanya, diantaranya adalah Zainab binti Makki, Ibnu Abd Daim, Al-Qosim, Al-Irbili, Ibnu Abi Amr, Ali Abd Al-Quwl. Selanjutnya Ibnu Taimiyah membaca sendiri ilmu keislaman tanpa bimbingan seorang guru. Ibnu Taimiyah meninggal di Damaskus 20 Dzulhijjah 728 H./25 Sptember 1326 M.
B. Pemikiran Tasawuf
Cinta kepada Allah (mahabbatullah), dan cinta pada Rosul-Nya merupakan seagung-agungnya kewajiban keimanan, sebesar-besarnya pokok keimanan, dan semulia-mulianya dasar keimanan. Bahkan mahabbah merupakan pokok setiap amal perbuatan dari segala perbuatan keimanan dan keagamaan.
Setiap gerak dan perbuatan muncul dari mahabbah, baik itu dari mahabbah yang terpuji (mahmudah) maupun dari mahabbah yang tercela (madzmumah). Seluruh amal perbuatan keimanan itu lahir dari mahabbah mahmudah. Sementara amal yang lahir dari mahabbah madzmumah di sisi Allah itu tidak menjadi amal sholeh.
Pokok mahabbah sebenarnya adalah pengetahuan (ma’rifat) akan Allah SWT. Oleh karena itu mahabbah ini ada dua pokok: pertama, dikenal dengan mahabbah Al-‘Ammah (cinta pada umumnya) karena perbuatan baiknya kepada hamba-hamba-Nya. Mahabbah yang berdiri di atas pokok tersebut tidak ada satupun yang mengingkarinya, karena hati itu dibentuk dengan cinta kepada orang yang berbuat kepadanya dan marah kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Pokok yang kedua yaitu cintanya kepada keluarganya. Maka ini adalah bentuk cinta orang yang telah mengetahui Allah.
Jika mahabbah itu merupakan pokok dari amal keagamaan, maka khauf dan raja’ (perasaan harap-harap cemas) merupakan konsekuensi dari mahabbah dan akan kembali kepadanya. Pasalnya seorang pengharap (al-raji) itu akan tamak terhadap apa yang dicintai-Nya, tidak pada apa yang dibenci-Nya. Sementara orang yang cemas (al-khaif) itu akan lari dari rasa takut untuk memperoleh yang dicintai-Nya.
Orang yang harap-harap cemas jika menggantung rasa harap-harap cemasnya dengan azab karena ketertutupan tuhan darinya, dan menggantungkan (juga) kenikmatan dengan menampakkan kepadanya, maka perlu diketahui bahwa ini merupakan konsekuensi dari cintanya kepada-Nya.
Kecintaan hati bagi manusia ada beberapa tingkatan. Pertama, keterkaitan (al-allaqah), yaitu keterkaitan hati dengan yang dicintai. Kedua, cinta (al-ghuram), yakni cinta sebagaimana biasa, keempat, gairah cinta (al-‘isyq), dan tingkatan yang lainnya adalah al-tatayyum yaitu menjadi budak (hamba) bagi yang dicintainya.
Pemikiran Ibnu Taimiyah sering menjadi ajang polemic dikalangan para ulama' sejak zaman Ibnu Taimiyah sendiri. Dan karena itu beliau sering keluar masuk penjara, terutama mengenai masalah aqidah dan fiqh. Keberanian Ibnu taimiyah ini tidak hanya berbeda dengan ulama' di zamannya namun Ibnu Taimiyah sering menyalahi ijma’. Itulah yang membuat para ulama' di zamannya geram pada Ibnu Taimiyah.
C. Corak Pemikiran Tasawuf
Pandangan Ibnu Taimiyah dalam tasawuf adalah pandangan yang adil lagi berdasarkan ilmu. Sifat adil ini menyebabkan beliau berada di pertengahan, tidak ekstrim ke kanan dalam menerima apa saja yang disandarkan atas nama tasawuf dan tidak ekstrim ke kiri dalam menolak apa saja yang disandarkan atas nama tasawuf. Ukuran yang beliau gunakan untuk berada di pertengahan antara dua ekstrim di atas adalah ilmu yang di ambil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih berdasarkan pemahaman generasi As-Salaf As-Shahih.
Dalam bertasawuf ia mencoba mengembalikan pikiran tasawuf pada ajaran salaf yang berdasar pada Al-Qur’an dan Hadist. Ia lebih berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist dalam bertasawuf dari pada ijma’ para ulama’. Jadi, corak pemikiran tasawuf Ibnu Taimiyah adalah Neo-Sufisme. Yakni berpegang teguh pada nash Al-Qur'an dan As-Sunnah.
D. Karya-karya Ibnu Taymiyyah
Banyak karya-karya yang telah dihasilkan oleh Ibnu Taimiyah dalam perkembangan ajaran agama islam, di antaranya:
• Al-Iman
• Al-Muwafaqoh
• Al-Munazharat Fii Al-Aqidah Al-Washithiyah
• Al-Qiyas Fii Syarh Al-Islam
• At-Ta'sis Fii Radd Asaasit Taqdis
• Bayan Talbisul Jahmiah Fii Ta'asiis Bida'ihimul Kalamiah
• Majmu'a Fatawa Ibnu Taimiyah
• Risalah Khilafah Al-Ummah Fii Al-Ibadah
BAB III
SIMPULAN
Ibnu Taimiyah atau Taqiuddin Abu Al-Abbas Ahmad bin Halim bin Abdussalam bin Taimiyah Al-Harrani Al-Hambali, dilahirkan pada hari senin, 10 Rabi’ul Awwal 661 H/22 Januari 1263 M. di Harran. Dan meninggal di Damaskus 20 Dzulhijjah 728 H./25 Sptember 1326 M.
Mahabbah merupakan pokok setiap amal perbuatan dari segala perbuatan keimanan dan keagamaan. Pokok mahabbah sebenarnya adalah pengetahuan (ma’rifat) akan Allah SWT.
Khauf dan raja’ (perasaan harap-harap cemas) merupakan konsekuensi dari mahabbah dan akan kembali kepadanya. Orang yang harap-harap cemas jika menggantung rasa harap-harap cemasnya dengan azab karena ketertutupan tuhan darinya, dan menggantungkan (juga) kenikmatan dengan menampakkan kepadanya, maka perlu diketahui bahwa ini merupakan konsekuensi dari cintanya kepada-Nya.
Pandangan Ibnu Taimiyah dalam tasawuf adalah pandangan yang adil lagi berdasarkan ilmu. Sifat adil ini menyebabkan beliau berada di pertengahan. Ukuran yang beliau gunakan untuk berada di pertengahan antara dua ekstrim di atas adalah ilmu yang di ambil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih berdasarkan pemahaman generasi As-Salaf As-Shahih. Jadi, corak pemikiran tasawuf Ibnu Taimiyah adalah Neo-Sufisme. Yakni berpegang teguh pada nash Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Karya-karya Ibnu Taimiyah diantaranya:
• At-Ta'sis Fii Radd Asaasit Taqdis
• Al-Iman
• Al-Muwafaqoh
• Al-Munazharat Fii Al-Aqidah Al-Washithiyah
• Al-Qiyas Fii Syarh Al-Islam
• Bayan Talbisul Jahmiah Fii Ta'asiis Bida'ihimul Kalamiah
• Majmu'a Fatawa Ibnu Taimiyah
• Risalah Khilafah Al-Ummah Fii Al-Ibadah
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Thalha. Ibnu Taymiyyah, Hidup dan Pemikirannya, Surabaya; Bina Ilmu, 1982.
Syuhada'. Fungsi Tasawwuf Dalam Islam, Gresik; CV. Bintang Pelajar.
Taimiyah, Ibnu. Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah (terjemah Majmu'a Fatawa Ibnu Taimiyah), Jakarta; Hikmah, 2002.
www.google.co.id
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika belajar tentang tasawuf banyak sekali tokoh-tokoh sufisme yang kita jumpai. Tokoh-tokoh tersebut adalah orang yang tekun beribadah dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah, hanya menghadap Allah semata. Tujuannya adalah untuk mencapai kesempurnaan rohani. Yakni kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Kami akan mencoba untuk mengenal salah satu tokoh sufisme yaitu Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah merupakan salah satu tokoh ilmuan Islam, yang memberikan sumbangsih pikiran dalam berbagai bidang keilmuan Islam. Seperti dalam filsafat, ilmu kalam/teologi, dan tasawuf sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang:
1. Siapa Ibnu Taimiyah itu?
2. Bagaimana pemikiran Ibnu Taimiyah dalam tasawuf?
3. Apa corak pemikiran Ibnu Taimiyah?
4. Apa saja karya-karya Ibnu Taimiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat
Ibnu Taimiyah atau Taqiuddin Abu Al-Abbas Ahmad bin Halim bin Abdussalam bin Taimiyah Al-Harrani Al-Hambali, dilahirkan pada hari senin, 10 Rabi’ul Awwal 661 H/22 Januari 1263 M. di Harran. Ibnu Taimiyah mengikuti jejak ayahnya yang memeng seorang ulama’-belajar kepada ulama’ besar pada masanya, diantaranya adalah Zainab binti Makki, Ibnu Abd Daim, Al-Qosim, Al-Irbili, Ibnu Abi Amr, Ali Abd Al-Quwl. Selanjutnya Ibnu Taimiyah membaca sendiri ilmu keislaman tanpa bimbingan seorang guru. Ibnu Taimiyah meninggal di Damaskus 20 Dzulhijjah 728 H./25 Sptember 1326 M.
B. Pemikiran Tasawuf
Cinta kepada Allah (mahabbatullah), dan cinta pada Rosul-Nya merupakan seagung-agungnya kewajiban keimanan, sebesar-besarnya pokok keimanan, dan semulia-mulianya dasar keimanan. Bahkan mahabbah merupakan pokok setiap amal perbuatan dari segala perbuatan keimanan dan keagamaan.
Setiap gerak dan perbuatan muncul dari mahabbah, baik itu dari mahabbah yang terpuji (mahmudah) maupun dari mahabbah yang tercela (madzmumah). Seluruh amal perbuatan keimanan itu lahir dari mahabbah mahmudah. Sementara amal yang lahir dari mahabbah madzmumah di sisi Allah itu tidak menjadi amal sholeh.
Pokok mahabbah sebenarnya adalah pengetahuan (ma’rifat) akan Allah SWT. Oleh karena itu mahabbah ini ada dua pokok: pertama, dikenal dengan mahabbah Al-‘Ammah (cinta pada umumnya) karena perbuatan baiknya kepada hamba-hamba-Nya. Mahabbah yang berdiri di atas pokok tersebut tidak ada satupun yang mengingkarinya, karena hati itu dibentuk dengan cinta kepada orang yang berbuat kepadanya dan marah kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Pokok yang kedua yaitu cintanya kepada keluarganya. Maka ini adalah bentuk cinta orang yang telah mengetahui Allah.
Jika mahabbah itu merupakan pokok dari amal keagamaan, maka khauf dan raja’ (perasaan harap-harap cemas) merupakan konsekuensi dari mahabbah dan akan kembali kepadanya. Pasalnya seorang pengharap (al-raji) itu akan tamak terhadap apa yang dicintai-Nya, tidak pada apa yang dibenci-Nya. Sementara orang yang cemas (al-khaif) itu akan lari dari rasa takut untuk memperoleh yang dicintai-Nya.
Orang yang harap-harap cemas jika menggantung rasa harap-harap cemasnya dengan azab karena ketertutupan tuhan darinya, dan menggantungkan (juga) kenikmatan dengan menampakkan kepadanya, maka perlu diketahui bahwa ini merupakan konsekuensi dari cintanya kepada-Nya.
Kecintaan hati bagi manusia ada beberapa tingkatan. Pertama, keterkaitan (al-allaqah), yaitu keterkaitan hati dengan yang dicintai. Kedua, cinta (al-ghuram), yakni cinta sebagaimana biasa, keempat, gairah cinta (al-‘isyq), dan tingkatan yang lainnya adalah al-tatayyum yaitu menjadi budak (hamba) bagi yang dicintainya.
Pemikiran Ibnu Taimiyah sering menjadi ajang polemic dikalangan para ulama' sejak zaman Ibnu Taimiyah sendiri. Dan karena itu beliau sering keluar masuk penjara, terutama mengenai masalah aqidah dan fiqh. Keberanian Ibnu taimiyah ini tidak hanya berbeda dengan ulama' di zamannya namun Ibnu Taimiyah sering menyalahi ijma’. Itulah yang membuat para ulama' di zamannya geram pada Ibnu Taimiyah.
C. Corak Pemikiran Tasawuf
Pandangan Ibnu Taimiyah dalam tasawuf adalah pandangan yang adil lagi berdasarkan ilmu. Sifat adil ini menyebabkan beliau berada di pertengahan, tidak ekstrim ke kanan dalam menerima apa saja yang disandarkan atas nama tasawuf dan tidak ekstrim ke kiri dalam menolak apa saja yang disandarkan atas nama tasawuf. Ukuran yang beliau gunakan untuk berada di pertengahan antara dua ekstrim di atas adalah ilmu yang di ambil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih berdasarkan pemahaman generasi As-Salaf As-Shahih.
Dalam bertasawuf ia mencoba mengembalikan pikiran tasawuf pada ajaran salaf yang berdasar pada Al-Qur’an dan Hadist. Ia lebih berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist dalam bertasawuf dari pada ijma’ para ulama’. Jadi, corak pemikiran tasawuf Ibnu Taimiyah adalah Neo-Sufisme. Yakni berpegang teguh pada nash Al-Qur'an dan As-Sunnah.
D. Karya-karya Ibnu Taymiyyah
Banyak karya-karya yang telah dihasilkan oleh Ibnu Taimiyah dalam perkembangan ajaran agama islam, di antaranya:
• Al-Iman
• Al-Muwafaqoh
• Al-Munazharat Fii Al-Aqidah Al-Washithiyah
• Al-Qiyas Fii Syarh Al-Islam
• At-Ta'sis Fii Radd Asaasit Taqdis
• Bayan Talbisul Jahmiah Fii Ta'asiis Bida'ihimul Kalamiah
• Majmu'a Fatawa Ibnu Taimiyah
• Risalah Khilafah Al-Ummah Fii Al-Ibadah
BAB III
SIMPULAN
Ibnu Taimiyah atau Taqiuddin Abu Al-Abbas Ahmad bin Halim bin Abdussalam bin Taimiyah Al-Harrani Al-Hambali, dilahirkan pada hari senin, 10 Rabi’ul Awwal 661 H/22 Januari 1263 M. di Harran. Dan meninggal di Damaskus 20 Dzulhijjah 728 H./25 Sptember 1326 M.
Mahabbah merupakan pokok setiap amal perbuatan dari segala perbuatan keimanan dan keagamaan. Pokok mahabbah sebenarnya adalah pengetahuan (ma’rifat) akan Allah SWT.
Khauf dan raja’ (perasaan harap-harap cemas) merupakan konsekuensi dari mahabbah dan akan kembali kepadanya. Orang yang harap-harap cemas jika menggantung rasa harap-harap cemasnya dengan azab karena ketertutupan tuhan darinya, dan menggantungkan (juga) kenikmatan dengan menampakkan kepadanya, maka perlu diketahui bahwa ini merupakan konsekuensi dari cintanya kepada-Nya.
Pandangan Ibnu Taimiyah dalam tasawuf adalah pandangan yang adil lagi berdasarkan ilmu. Sifat adil ini menyebabkan beliau berada di pertengahan. Ukuran yang beliau gunakan untuk berada di pertengahan antara dua ekstrim di atas adalah ilmu yang di ambil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih berdasarkan pemahaman generasi As-Salaf As-Shahih. Jadi, corak pemikiran tasawuf Ibnu Taimiyah adalah Neo-Sufisme. Yakni berpegang teguh pada nash Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Karya-karya Ibnu Taimiyah diantaranya:
• At-Ta'sis Fii Radd Asaasit Taqdis
• Al-Iman
• Al-Muwafaqoh
• Al-Munazharat Fii Al-Aqidah Al-Washithiyah
• Al-Qiyas Fii Syarh Al-Islam
• Bayan Talbisul Jahmiah Fii Ta'asiis Bida'ihimul Kalamiah
• Majmu'a Fatawa Ibnu Taimiyah
• Risalah Khilafah Al-Ummah Fii Al-Ibadah
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Thalha. Ibnu Taymiyyah, Hidup dan Pemikirannya, Surabaya; Bina Ilmu, 1982.
Syuhada'. Fungsi Tasawwuf Dalam Islam, Gresik; CV. Bintang Pelajar.
Taimiyah, Ibnu. Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah (terjemah Majmu'a Fatawa Ibnu Taimiyah), Jakarta; Hikmah, 2002.
www.google.co.id
Langganan:
Postingan (Atom)